Menikmati keindahan langit malam yang penuh bintang menimbulkan rasa kagum, tenang, damai dan menyenangkan. Oleh karena itu langit dapat menjadi aset bagi suatu daerah jika situasi meteorologis dan lingkungan mendukung, karena kegiatan menikmati keindahan langit bisa menjadi atraksi wisata yang disebut starbath. Dalam artikel di South China Morning Post 2 Maret 2024, Neeta Lal membeberkan bagaimana kegiatan starbathing dapat bermanfaat untuk kesehatan mental, meningkatkan kualitas tidur dan memperbaiki suasana hati. Bagi orang kota yang sehari-hari mengalami tekanan pekerjaan, perjalanan, kemacetan, dikejar waktu dan lain-lain, starbathing di tempat yang jauh dari kota dapat membebaskan diri dari semua tekanan itu dan memulihkan kesegaran mental untuk kemudian memberikan gairah baru saat kembali ke kota untuk bekerja.
Tidak semua daerah bisa menjadikan langit malam yang indah sebagai aset yang dapat dinikmati. Untuk orang kota, keindahan langit malam itu merupakan sesuatu yang langka karena maraknya polusi cahaya. Polusi cahaya di kota besar menyebabkan bintang-bintang, galaksi Bima Sakti tidak nampak, maka tidak ada keindahan langit malam yang dapat dinikmati. Mungkin hanya Bulan dan beberapa planet saja yang bisa terlihat. Banyak orang kota yang belum pernah melihat langsung galaksi Bima Sakti, meskipun mungkin pernah melihat foto-fotonya di internet. Mungkin tak terbayang oleh mereka bagaimana bisa melihat langsung Bima Sakti seperti melihat foto-foto di internet itu. Melihat galaksi Bima Sakti di foto dengan melihat langsung jauh berbeda kesannya, karena foto tidak memberikan banyak pengaruh kepada suasana hati, sementara melihat langsung memberikan perasaan kagum, menyatu dengan alam. Sementara itu suasana kota yang sering kali hingar bingar dengan berbagai suara juga menyulitkan orang mendapatkan suasana santai, damai dan tenang seperti dalam kegiatan starbathing.
Apakah pergi ke luar kota yang sepi dan sedikit polusi cahaya dapat membuat kita bisa menikmati keindahan langit dengan tenang? Memang belum tentu juga, karena ada satu faktor penentu lain, yaitu cuaca, jika cuaca mendung atau hujan, tidak mungkin bisa melihat bintang-bintang dan galaksi. Cuaca tidak dapat dipastikan, hanya dapat diperkirakan. Di daerah yang terbiasa mendung dan hujan sulit mendapatkan kesempatan melihat keindahan langit meskipun tidak ada polusi cahaya. Maka penting mencari lokasi yang memiliki probabilitas cuaca cerah yang tinggi dan tidak ada polusi cahaya untuk menikmati starbath.
Pulau Sabu di Kabupaten Sabu Raijua, NTT minim polusi cahaya dan memiliki rata-rata jumlah hari cerah tahunan tertinggi, bahkan tertinggi di Indonesia. Langit malam yang indah bertaburan bintang dan berlatarkan galaksi Bimasakti menjadi pemandangan sehari-hari disana yang mungkin bagi penduduk setempat merupakan hal yang biasa-biasa saja. Namun bagi orang kota hal itu bisa merupakan pemandangan yang luar biasa eksotik karena langkanya mereka melihat langit yang indah berhiaskan galaksi Bima Sakti dan ribuan bintang. Oleh karena itu penduduk pulau Sabu dapat “menjual“ langitnya, dalam arti, memanfaatkan langit yang indah sebagai atraksi wisata, dengan menyediakan layanan agar wisatawan dapat menikmati keindahan langit dengan nyaman. Salah satu bentuk layanan itu adalah dengan menyediakan fasilitas pendukung untuk kegiatan starbathing yang nyaman. Untuk dapat memberikan layanan tersebut, rakyat pulau Sabu perlu menyediakan tempat perlengkapan pendukung yang dibutuhkan dan mendapatkan pelatihan penyelenggaraannya.
Lebih jauh tentang Starbath
Starbath, secara harafiah berarti mandi cahaya bintang. Hal ini dapat dibandingkan dengan sunbath, yaitu berjemur di bawah sinar Matahari, yang sering kita lihat di destinasi wisata pantai seperti pantai Kuta di Bali. Bedanya, sunbath dilakukan pada siang hari sementara starbath malam hari. Sebenarnya starbath bukan menjemur tubuh dengan cahaya bintang, melainkan kegiatan menikmati keindahan langit yang bertabur bintang yang dibelah oleh bentangan Bimasakti, galaksi tempat kita tinggal. Bukankah wisatawan dapat menikmati keindahan langit secara gratis jika datang ke daerah yang langitnya gelap dan cerah termasuk pulau Sabu? Ya jika hanya mau melihat siapa pun dapat melihat dengan gratis. Akan tetapi untuk menikmatinya diperlukan sarana pendukung, sehingga wisatawan bisa mendapatkan suasana eksotik, santai dan tenang. Melihat langit sambil berdiri misalnya, tentu kurang nyaman, cepat merasa lelah, tidak optimal dalam memberikan suasana santai dan tenang. Tempat dan fasilitas starbath dapat disediakan dan disewakan oleh penduduk setempat untuk meningkatkan kenyamanan wisatawan dalam menikmati keindahan langit.
Bagaimana menikmati kegiatan starbath? Cukup dengan berbaring memandangi langit. Berbaring di dipan yang empuk dengan sandaran yang dapat diubah kemiringannya akan membuat wisatawan dapat menikmati pemandangan langit dengan nyaman, dapat memilih arah langit yang ingin dipandang. Saat menikmati keindahan langit mungkin udara malamnya dingin, atau udara malam menjadi dingin pada bulan-bulan tertentu. Dalam kondisi demikian mungkin wisatawan membutuhkan penghangat atau selimut selama menikmati keindahan langit.
Di pulau Sabu, malam-malam yang dingin terjadi pada bulan Juni, Juli dan Agustus, karena belahan Bumi Selatan sedang musim dingin. Di bulan-bulan Maret, April, Oktober, November kemungkinan tidak dibutuhkan selimut untuk kegiatan starbathing. Bulan Desember, Januari dan Februari biasanya lebih sedikit kesempatan mendapatkan langit yang cerah karena musim hujan.
Setelah beberapa saat menikmati langit dalam kegiatan starbathing, mungkin akan timbul keingintahuan wisatawan tentang benda yang terlihat, misalnya, itu bintang apa? Benda apa yang nampak samar seperti kapas itu? Disana seperti ada bintang berkumpul, benda apa itu? Mana rasi bintang saya, Scorpio? dan sebagainya. Untuk membantu wisatawan menjawab keingintahuan mereka itu telah tersedia beberapa apps peta bintang interaktif, yang dapat diunduh di smartphone atau telepon genggam. Mereka dapat mengarahkan kamera smartphone ke benda yang nampak di langit untuk mengetahui informasi rincinya, atau mencari lokasi benda langit yang ingin diketahuinya.
Selain starbath ada juga kegiatan pengamatan benda langit oleh penggemar astronomi yang sekilas nampak mirip dengan starbath yaitu stargazing. Apa perbedaan starbath dengan stargazing? Perbedaannya adalah pada tujuan. Stargazing lebih ditujukan untuk memuaskan rasa ingin tahu tentang benda langit dalam suatu kegiatan beramai-ramai, sehingga bisa saling berbagi informasi dan ketrampilan. Biasanya dalam stargazing peserta membawa berbagai peralatan pengamatan, karena memang peserta stargazing biasanya orang-orang yang menggemari astronomi. Sementara itu, starbath lebih bertujuan untuk menikmati keindahan langit dan suasana, sendiri atau dengan sedikit orang, tanpa peralatan. Suasana itu membawa ketenangan dan rasa kedamaian dalam keheningan dan keindahan. Penikmat starbath kemungkinan bukan hanya penggemar astronomi tetapi juga wisatawan biasa yang ingin menikmati suasana dan keindahan langit saja tanpa teleskop. Beberapa artikel di majalah global, blog dan medsos telah membahas tentang manfaat starbath untuk healing dan wellness, misalnya artikel oleh Stephanie Vermillion di majalah Vogue 6 Oktober 2023. Dia juga memperkirakan bahwa dalam tahun tahun mendatang starbath dapat menjadi trend wisata yang berkembang pesat, terutama di daerah-daerah yang beriklim kering, langitnya lebih sering cerah, dan jarang panduduk seperti di Makgadikgadi Pans National Park, Botswana.
Pelatihan
Tim Institut Teknologi Bandung dan Institut Teknologi Sumatera memberikan pelatihan penyelenggaraan starbath untuk Kelompok Sadar Wisata (pokdarwis) tiga desa di Sabu. Ketiga desa tersebut, yang anggota pokdarwisnya menjadi sasaran pelatihan, adalah desa Raimadia dan kelurahan Mebba di Kecamatan Sabu Barat dan desa Loborai di Kecamatan Sabu Timur. Tim Institut Teknologi Bandung yang memberi pelatihan terdiri dari Chatief Kunjaya, Fargiza AM Mulki, Very Susanto, Laksma Satya, Lariska S. Hutasoit, Syahna A Saffanah dan A. Zaki Hanif, sementara tim Institut Teknologi Sumatera terdiri dari Asep N.A. Mustofa, Zadrach L. Dupe, Valendya Rilansari, Angga Jati Widiatama, H. Christin Natalia dan Mohammad Ilham.
Pelatihan teori dilakukan di aula dinas Pariwisata, Kabupaten Sabu Raijua pada tanggal 1 Mei 2024 dengan materi pengenalan astrowisata, pengenalan starbath, cuaca, iklim, kepariwisataan, pengenalan benda-benda langit, dan cara penggunaan apps peta bintang untuk mengenali benda langit. Setiap peserta juga memasang apps peta bintang pada saat pelatihan dan dibantu oleh anggota tim. Dengan menggunakan apps tersebut wisatawan dapat mengarahkan kamera smartphone ke benda langit yang ingin dikenali, kemudian pada layar akan muncul nama dan gambar benda langit tersebut.
Hari berikutnya, dilaksanakan pelatihan praktik di pantai Napae, kelurahan Mebba yang menghadap ke Barat dan pantai Rae Mea, desa Loborai yang menghadap ke Timur. Materi praktik adalah tata cara menyambut dan memandu wisatawan, dan kemudian penyelenggaraan starbath. Ketika langit mulai gelap, matahari terbenam, dilaksanakan praktik langsung starbath bersama wisatawan.
Starbath bersama Wisatawan
Satu group wisatawan dari Jakarta, yang telah datang untuk menikmati keunikan alam Sabu, diajak untuk mencoba kegiatan starbathing. Para anggota pokdarwis berkesempatan mempraktekkan hasil pelatihan mereka langsung kepada wisatawan yang sesungguhnya. Dalam memberikan layanan kepada wisatawan, pokdarwis tetap didampingi oleh dosen dan mahasiswa ITB dan ITERA, karena masih merupakan praktek nyata mereka yang pertama.
Jika dikehendaki, pada saat menikmati keindahan langit, wisatawan juga dapat melakukan kegiatan pemotretan dengan menggunakan smartphone masing-masing atau kamera yang lebih canggih, dengan dipandu oleh astronom. Sebelum kegiatan starbathing, wisatawan tersebut memang telah diberi tutorial singkat tentang cara memotret galaksi Bima Sakti dengan smartphone. Memang tidak semua smartphone dapat dipakai untuk astrofotografi. Hanya smartphome yang memiliki fasilitas profesional dan kemampuan mengatur waktu pencahaan manual saja yang bisa dipakai untuk astrofotografi.
Dengan melakukan pemotretan sendiri wisatawan dapat memiliki “karya“ astrophotography sendiri sebagai bukti experience dan pencapaian merekai. Umumnya wisatawan sangat puas dapat menikmati keindahan langit, terutama karena untuk pertama kalinya mereka bisa melihat galaksi Bima Sakti secara langsung bahkan kemudian bisa memotretnya sendiri, menghasilkan foto yang eksotik. Hal ini terungkap dari quesioner dan diskusi selama di pulau Sabu.
Meskipun saat kegiatan bagian pusat galaksi Bima Sakti belum terbit, wisatawan dapat memotret bagian bidang galaksi yang lain, di daerah rasi Centaurus dan rasi Salib Selatan. Disana ada daerah gelap di bidang galaksi yang disebut Coal Sack (kantung arang) yang unik dan terkenal. Obyek itu dapat terrekam dengan baik dengan smartphone.
Pokdarwis dan Perlindungan Langit
Pengalaman dalam menyelenggarakan starbath membuka kesadaran pokdarwis (kelompok sadar wisata) bahwa langit yang mereka anggap biasa saja ternyata bagi orang kota merupakan sesuatu yang luar biasa dan diminati. Mereka juga mendapat pengetahuan dan pengalaman bagaimana cara “menjual“ keindahan langit kepada wisatawan. Akan tetapi langit yang indah itu bisa rusak oleh polusi cahaya. Jika polusi cahaya sudah mencapai tingkat buruk seperti di kota-kota besar, mereka tidak akan bisa lagi menjual langit kepada wisatawan. Oleh karena itu, sebelum hal itu terlanjur terjadi, pokdarwis harus menjadi pelopor untuk gerakan perlindungan langit.
Pemerintah kabupaten Sabu Raijua juga perlu memberi dukungan dalam bentuk peraturan daerah perlindungan langit dan kegiatan sosialisasi tentang polusi cahaya dan pencegahannya. ITB telah memberikan pengetahuan dan ketrampilan dalam hal perlindungan langit ini di masa lalu dan siap memberikan dukungan bilamana diperlukan di masa depan.
Potensi Pengembangan ke Depan
Kegiatan pelatihan ini membuka harapan baru pengembangan salah satu jenis astrowisata yaitu starbath oleh pokdarwis-pokdarwis di pulau Sabu. Masih ada jenis-jenis kegiatan astrowisata lain yang juga dapat dikembangkan. Saat ini memang belum banyak wisatawan yang berkunjung ke pulau Sabu, karena akses masih belum memadai. Disana hanya ada lapangan terbang kecil, Tardamu, yang hanya dapat didarati pesawat kecil, namun sudah ada rencana pembangunan bandara baru yang lebih besar. Bilamana kelak bandara Sabu yang baru sudah beroperasi dan lebih banyak wisatawan yang berkunjung, astrowisata starbath ini memiliki prospek yang cerah untuk berkembang dengan baik.
Kegiatan pelatihan starbath tahun 2024 baru menjangkau tiga desa atau kelurahan, masih banyak desa-desa di kabupaten Sabu Raijua yang berpotensi untuk menjadi tempat penyelenggaraan starbath dan dapat dikembangkan di tahun-tahun mendatang. Jenis wisata ini juga berpotensi untuk dikembangkan lebih luas di wilayah lain di Nusa Tenggara Timur, karena banyak daerah disana yang juga beriklim kering, meskipun hari cerahnya tidak sebanyak di pulau Sabu dan Raijua.
Pengarahan awal tentang bagaimana menerima wisatawan sebelum praktik Starbath
Praktik menyiapkan perlengkapan starbath
Wisatawan menikmati keindahan langit dan mengenali benda-benda langit melalui smartphone di pantai Napae
Foto Galaksi Bimasakti yang diambil oleh salah seorang wisatawan dari pantai Rae Mea ketika kegiatan Starbath, dengan menggunakan smartphone