Kopi Sumba adalah jenis robusta. Kopi ini pernah mendapatkan cap sebagai kopi terenak di Indonesia pada Festival Kopi Nusantara, usai melewati melewati uji cita rasa pada Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia di Jember, Jawa Timur pada Agustus 2017 silam.
Sebagian petani kopi di Kabupaten Sumba Barat Daya (SBD), provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) tergabung dalam komunitas yang dikenal dengan nama Umma Pande (Rumah Pintar) yang beranggotakan 375 orang.
Umma Pande melambangkan kearifan lokal, dimana para petani mempunyai keterikatan secara budaya dan menjaga persaudaraan komunitas walaupun terpisah wilayah administratif.
Meski kopi Sumba memiliki segudang potensi yang menjanjikan dengan pendekatan kearifan lokalnya, namun masih ada kendala yang dihadapi oleh para petani kopi Sumba dalam meningkatkan hajat kehidupannya dari komoditas ini.
Tim dari Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Institut Teknologi Bandung (LPPM ITB) mengurai sejumlah kendala yang dihadapi para petani kopi di Sumba.
Mulai dari belum seragamnya mutu kopi robusta, belum berjalannya kontinuitas suplai kopi, sebagian belum melakukan grading dan belum mempunyai kemasan sehingga belum dapat memenuhi keinginan buyer terutama untuk penjualan produk kopi ke luar daerah.
"Kami telah melakukan kunjungan ke lapangan pada 16-21 Mei 2022 dan mitra kerja kami di Sumba Barat daya (SBD) adalah Yayasan Kemanusiaan Donders. Kami mendapatkan dua hal yang menjadi tantangan yaitu peningkatan daya saing produk dan peningkatan konektivitas produk," ujar dosen peneliti LPPM ITB Pathmi Noerhatini dalam keterangan yang diterima detikJabar, belum lama ini.
Pihaknya lebih menyoroti konektivitas produk kopi Sumba, salah satunya adalah tentang pemanfaatan platofrm digital. Sebab, dari hasil diskusi diketahui baru 30% petani kopi yang mempunyai gadget. 70% lainnya belum bisa menggunakan gadget, terkendala sinyal internet, kurang cakap dalam menggunakan platform digital dalam pemasaran dan belum bisa melakukan branding produk.
"Kami sedang mempersiapkan peningkatan konektivitas produk kopi tersebut, sehingga untuk kunjungan berikutnya kami akan melatih para petani kopi, LSM pendamping petani dan mitra kerja kami. Juga mendampingi mitra kerja untuk menjaga keterkaitan emosional dan potensi kearifan lokal pada komunitas Umma Pande tersebut," tutur dosen peneliti LPPM ITB lainnya Dicky Rezady Munaf.
Langkah Pulih dari Pandemi
Dari hasil kunjungan, hambatan komunikasi antarsesama anggota dan pengurus Komunitas Umma Pande masih ditemukan. Pengurus juga disarankan untuk bisa lebih mengetahui bagaimana kondisi pertanaman kopi di lapangan, panenan buah kopi, kualitas buah kopi, stok greenbean dan kopi roasting.
"Jika dikaitkan dengan pemasaran kopi, pengurus belum bisa menentukan posisi yang kuat di rantai pasok kopi eksisting di daerah tersebut. Keterbatasan komunikasi, pengetahuan dan cara pemasaran yang lebih baik, semakin menurunkan pendapatan petani kopi pada masa pandemi COVID-19," kata dosen peneliti LPPM ITB Agung Eko Budiwaspada.
Kebun tradisional petani merupakan penghasil kopi robusta terpenting di Sumba yang dikelola dalam sistem agroforestri bersama dengan berbagai jenis tanaman yang lain, namun belum menerapkan teknologi budidaya yang baik.
"Hal ini ditunjukkan oleh produktivitas kopi per pohon tergolong rendah karena didominasi oleh tanaman tua dengan produktivitas kopi per pohon di bawah rata-rata produktivitas nasional," ujar Pathmi.
"93,1 persen tanaman kopi di Desa Laga Lete yang dimiliki petani berusia lebih dari 20 tahun dengan persentase produktivitas hanya sebesar 23,5 persen. Populasi kopi hanya 50 persen yang produktif karena terdapat masalah dalam pengelolaan kebun, di antaranya diakibatkan oleh umur pohon yang tua dan rendahnya upaya pemeliharaan," kata Pathmi menambahkan.
Tim peneliti pun mendatangi sejumlah stakeholder terkait mulai dari Dinas Pertaninan SBD, Dekranas SBD, Bappeda SBD, Yayasan Kemanusiaan Donders, Kadin SBD, Komunitas Umma Pande, dan offtaker kopi Sumba PT Talasi di SBD.
"95 persen penyumbang produk hasil kopi di kabupaten Sumba Barat Daya berasal dari perkebunan rakyat, oleh karena itu kebijakan dan strategi pembangunan haruslah ditujukan demi kesejahteraan petani kopi lokal," kata Pathmi.