Desa matotonan merupakan salah satu desa di kecamatan Siberut Selatan, Kabupaten Kepulauan Mentawai. Desa tersebut berada di hulu Sungai Rereiket sehingga sampan menjadi moda transportasi utama bagi masyarakat. Namun demikian, Desa Matotonan belum memiliki infrastruktur yang memadai untuk mendukung transportasi tersebut seperti dermaga dan tambatan sampan yang memadai. Saat ini masyarakat Matotonan menggunakan lereng sungai dan batang kelapa yang dicoak sebagai tangga akses naik turun penumpang dan barang. Hal ini membuat masyarakat atau pengunjung cukup sering tergelincir saat mobilisasi dari perahu menuju daratan atau sebaliknya. Selain permasalahan fasilitas transportasi, perubahan garis sungai juga menjadi permasalahan yang mengkhawatirkan bagi masyarakat. Dari pengakuan masyarakat, dalam waktu 10 tahun terakhir, garis sungai sudah mengalami pergeseran sejauh 2 meter ke arah pemukiman warga. Hal ini sangat mengkhawatirkan warga terutama yang tinggal di pinggir sungai.
Kedua permasalahan tersebut menjadi perhatian besar bagi LPPM ITB. Setelah melakukan kunjungan pada November 2021, LPPM ITB bekerjasama dengan LPPM Unand membentuk satu tim gabungan guna memecahkan permasalahan tersebut. Setelah proses perencanaan dan diskusi yang panjang dengan berbagai ahli, akhirnya muncul ide untuk membangun dinding penahan tanah berupa bronjong. Bronjong merupakan anyaman kawat baja yang berbentuk kubus atau balok dan berisi dengan batu-batuan. Bronjong-bronjong tersebut disusun menyerupai tangga hingga ketinggian yang diinginkan. Pemilihan bronjong ini didasarkan pada bahan pengisi bronjong yaitu batu yang mampu menahan gerusan dari aliran sungai. Selain itu batu pengisi bronjong juga cukup berat yaitu mencapai 2,5 ton dalam setiap kubiknya. Hal ini mampu menahan tanah agar tidak terjadi longsor saat banjir terjadi. Selain itu, bronjong juga dapat dimanfaatkan warga sebagai dermaga sederhana dan tempat menambatkan sampan. Desain yang menyerupai tangga memudahkan warga untuk naik dan turun dan juga fleksibel terhadap ketinggian air sehingga sampan warga tetap bisa menepi baik saat air sedang rendah maupun tinggi.
Bronjong yang dibangun di desa Matotonan terdiri dari 7 tingkat dan lebar 10 meter dengan ketinggian tiap bronjong sebesar 0,5 meter. Material yang digunakan sebagai pengisi bronjong adalah batu lelet yang dapat ditemukan di daerah sekitar desa Matotonan. Harapannya dengan penggunaan material lokal, masyarakat juga bisa mendapatkan manfaat yang besar dari segi ekonomi. Konstruksi bronjong dilakukan dengan melibatkan masyarakat desa Matotonan dengan harapan adanya transfer ilmu sehingga masyarakat bisa membuat bronjong di kemudian hari secara mandiri dan juga menumbuhkan rasa kepemilikan sehingga tetap merawat dan menjaga bronjong tersebut.