Enhancing the Competitiveness of East Sumba Ikat Weaving in the Digital Era Using SIPOC

Kain tenun ikat Sumba Timur merupakan warisan budaya berharga yang dibuat secara tradisional dan diwariskan dari generasi ke generasi. Peran perempuan, terutama ibu-ibu, sangat penting dalam melestarikan tradisi ini dan mempererat hubungan sosial.

Sumba Timur saat ini menghadapi tantangan serius terkait penurunan penjualan tenun ikat. Hal ini terutama disebabkan oleh kurangnya pemahaman tentang bisnis dan pemasaran di kalangan Industri Kecil Menengah (IKM). Dengan jutaan unit usaha dan tenaga kerja yang terserap, IKM menyumbang bagian yang signifikan dari total nilai output industri nasional. Setelah berinteraksi langsung dengan para pengrajin, para mahasiswa yang sebelumnya hanya mendengar tentang kain tenun ikat Sumba Timur, kini menyadari betapa panjangnya proses pembuatannya.

Sehubungan dengan hal itu, Program Pengabdian Masyarakat yang dilaksanakan oleh Dosen dan Mahasiswa Institut Teknologi Bandung (ITB) pada tanggal 20 hingga 25 Juni 2024, memfokuskan pada pemetaan proses pembuatan tenun ikat secara keseluruhan yang meliputi supplier, input process, output, dan customer (SIPOC) untuk membantu para pengrajin.

Mahasiswa yang terjun pada kegiatan ini adalah: Irfan Taufikurrahman (Manajemen Rekayasa), Vanissa Maudyna (Teknik Industri), Moses Marteric (Manajemen Rekayasa), dan Rachel Eilena (Perencanaan Wilayah dan Kota), serta Jesseline Sabas (Desain Interior). Mereka disertai oleh dua dosen pembimbing, yakni Prof. Dr. Ir. Iwan Inrawan Wiratmadja dan Mohammad Mi'radj Isnaini, S.T., M.T., PH.D.

Tantangan yang Dihadapi IKM

Pandemi Covid-19 telah menyebabkan penurunan signifikan dalam produksi dan penjualan kain tenun ikat di Sumba Timur. Banyak perajin mengalami kesulitan dalam mendapatkan bahan baku dan menjual produk mereka karena pembatasan mobilitas dan penurunan daya beli masyarakat. Selain itu, hambatan akses antara pelaku IKM dan pembeli memperburuk penurunan penjualan. Banyak perajin di daerah tertinggal, terpencil, dan terluar (3T) seperti Kelurahan Kawangu, Desa Kambatatana, dan Kelurahan Mauliru kesulitan menjangkau pasar yang lebih luas karena kurangnya infrastruktur dan sarana komunikasi yang memadai. Pengetahuan bisnis dan pemasaran di kalangan pelaku IKM juga masih minim, di mana kebanyakan perajin belum memahami teknik pemasaran modern dan strategi bisnis yang efektif, sehingga sulit bersaing di pasar global.

Perlunya Pengembangan Bisnis Terarah

Untuk meningkatkan daya saing kain tenun ikat Sumba, diperlukan pengembangan bisnis dan pemasaran yang terarah melalui berbagai langkah. Salah satunya adalah peningkatan kapasitas pengusaha IKM melalui pelatihan dan workshop untuk meningkatkan keterampilan manajemen bisnis dan pemasaran. Selain itu, penting juga memberikan akses ke teknologi modern dan inovasi dalam produksi serta pemasaran untuk meningkatkan efisiensi dan kualitas produk. Riset yang mendalam tentang kain tenun ikat Sumba juga diperlukan untuk menemukan cara baru dalam pewarnaan alami dan desain yang menarik bagi pasar internasional.

Kontribusi terhadap Pembangunan Berkelanjutan (SDGs)

Pengembangan kain tenun ikat Sumba tidak hanya bertujuan untuk meningkatkan ekonomi lokal, tetapi juga mendukung tujuan pembangunan berkelanjutan (Sustainable Development Goals/SDGs) dengan mengedepankan penggunaan bahan baku alami dan pelestarian warisan budaya lokal. Upaya ini juga berkontribusi pada peningkatan industri kreatif di Pulau Sumba, mendukung tujuan SDGs ke-8 tentang pekerjaan layak dan pertumbuhan ekonomi serta SDGs ke-12 tentang konsumsi dan produksi yang bertanggung jawab.

Pemetaan Proses Bisnis dengan SIPOC (Supplier, Input, Process, Output, Customer)

Untuk memahami dan mengembangkan industri kecil dan menengah tenun ikat warna alam, dilakukan pemetaan proses bisnis melalui SIPOC. Pendekatan ini membantu mengidentifikasi keseluruhan proses bisnis mulai dari pengadaan bahan baku hingga penjualan produk. Tujuannya adalah untuk mengembangkan potensi lokal kain tenun ikat pewarna alam di Sumba Timur melalui pemetaan proses bisnis SIPOC dan penyuluhan. Proses ini mencakup identifikasi rantai nilai dari penyediaan bahan baku hingga penjualan produk, serta meningkatkan kesadaran pelaku IKM tentang pentingnya pengembangan potensi bisnis lokal melalui penyuluhan dan pelatihan. Kegiatan ini berlangsung pada 20-25 Juni 2024 di Desa Kambatatana, Kelurahan Mauliru, dan Kelurahan Kawangu, dengan Rumah Tenun sebagai pusat pelatihan dan produksi.

Gambaran SIPOC

Pemetaan SIPOC melibatkan berbagai elemen penting dalam proses produksi kain tenun ikat. Bahan baku berasal dari alam dan pasar, seperti benang kapas dan pewarna alami dari alam, serta benang pabrik dan pewarna sintetis dari pasar. Proses produksi melibatkan langkah-langkah mulai dari persiapan benang, penguatan warna, pembuatan panduan pewarnaan, pewarnaan dan pengeringan, proses penenunan, hingga variasi rumbai kain. Hasil akhir dari proses ini adalah kain tenun ikat pewarna alam yang siap dijual kepada konsumen akhir, turis, pengunjung eco-tourism, serta pasar lokal dan internasional.

Temuan dan Rekomendasi

Pemetaan SIPOC berhasil mengidentifikasi seluruh proses bisnis kain tenun ikat warna alam Sumba Timur, mulai dari pengadaan bahan baku hingga penjualan ke konsumen baik secara langsung maupun melalui media online. Temuan lainnya menunjukkan bahwa bahan baku alam semakin langka karena tidak dibudidayakan secara berkelanjutan, setiap penenun memiliki metode yang berbeda dalam pembuatan benang dan kain, dan beberapa desa kesulitan memperoleh wadah penjualan sehingga tidak memiliki akses ke turis.

Pengembangan studi selanjutnya meliputi pemetaan rantai nilai yang mencakup pemangku kepentingan lainnya seperti perusahaan pemasok benang dan penjahit, pengembangan faktor-faktor kualitas kain tenun Sumba Timur yang dapat mempengaruhi pembeli, serta identifikasi peluang dan perbaikan dari proses bisnis berdasarkan perilaku konsumen potensial.

Rekomendasi Kebijakan

Edukasi penjualan online, variasi produk, penggunaan pengemasan, dan perekapan penjualan diusulkan sebagai kebijakan untuk meningkatkan kapasitas bisnis IKM. Hasil pemetaan SIPOC akan disajikan dalam bentuk audio-visual dan buku untuk mendukung pengembangan industri tenun ikat Sumba Timur ke depannya. Penyuluhan pengembangan bisnis IKM dilakukan dengan tujuan untuk mengembangkan kapasitas penjualan online, melibatkan peserta dari Kelurahan Mauliru, Kelurahan Kawangu, dan Desa Kambatatana.

Ida Bagus Putu Punia, Kadis Kebudayaan dan Pariwisata Sumba Timur, menegaskan bahwa kain tenun ikat Sumba Timur memiliki keunikan tersendiri yang patut dibanggakan dan dilestarikan. Pewarnaan kain menggunakan bahan-bahan alami seperti akar mengkudu untuk warna merah dan daun nila untuk warna biru, meskipun ada yang menggunakan pewarna kimia. Pola-pola pada kain mencerminkan sejarah dan simbolisme kepercayaan masyarakat Sumba Timur, menunjukkan kekayaan budaya dan tradisi.

Melalui program pengabdian masyarakat ini, diharapkan kain tenun ikat Sumba Timur dengan pewarna alami dapat terus dilestarikan dan berkembang. Generasi muda perlu didorong untuk menggunakan dan melestarikannya. Mohammad Mi’radj Isnaini menyatakan bahwa jika output kegiatan ini diterima dan diapresiasi oleh kampus, mereka akan kembali ke Pulau Sumba di masa mendatang.

 

Sumber: "Pengembangan Potensi Lokal Eco-Tourism dan Fesyen Tenun Ikat Warna Alam di Sumba Timur", penulis: Irfan Taufikurrahman, Jesseline Sabas, Moses Ivan, Rachel Eilena, Vanisa Maudyna, Prof. Dr. Ir. Iwan Inrawan Wiratmadja, Mohammad Mi'radj Isnaini, S.T., M.T., PH.D.

Berita Terkait:

sumba.inews.id: Metode SIPOC dan Teknik Penjualan Online Diperkenalkan ITB pada Pengrajin Tenun Ikat di Sumba Timur

180

views